Info langsung – Kevin De Bruyne, salah satu gelandang terbaik dunia, tidak segan-segan melontarkan kritik tajam kepada dua otoritas terbesar sepakbola, FIFA dan UEFA. Dalam pernyataannya, Kevin De Bruyne menuduh kedua badan tersebut lebih mengutamakan keuntungan finansial ketimbang kesejahteraan para pemain. Ucapan keras ini mencerminkan ketidakpuasan banyak pesepakbola yang merasa terabaikan dalam hiruk-pikuk jadwal padat pertandingan dan tuntutan komersial yang semakin tinggi.
Salah satu pokok kritik utama De Bruyne adalah jadwal pertandingan yang semakin padat setiap tahunnya. FIFA dan UEFA terus menambah jumlah kompetisi, mulai dari Nations League hingga Piala Dunia Antarklub, tanpa mempertimbangkan kesehatan fisik dan mental para pemain. Dengan lebih banyak pertandingan, para pemain top seperti De Bruyne harus tampil lebih sering, dengan sedikit waktu istirahat di antara musim. De Bruyne dan banyak pemain lainnya merasa bahwa mereka tidak diberikan waktu yang cukup untuk memulihkan diri dari kelelahan fisik. Setiap minggu, para pemain harus siap menghadapi laga-laga penting di liga domestik, kompetisi Eropa, hingga laga internasional. Ketegangan fisik yang tinggi ini sering kali berujung pada cedera yang parah dan mengancam karier mereka. “Kita bukan robot,” ujar De Bruyne dalam salah satu wawancaranya, menekankan bahwa manusia tidak bisa diperlakukan seperti mesin yang terus dipaksa bekerja tanpa henti.
“Baca Juga : Ivan Toney Resmi Hengkang dari Brentford, Gabung Al Ahli “
De Bruyne juga menyoroti bahwa motivasi di balik penambahan kompetisi ini tidak lain adalah keuntungan finansial. Menurutnya, FIFA dan UEFA lebih peduli pada keuntungan dari hak siar, sponsor, dan penjualan tiket, daripada memikirkan dampaknya terhadap pemain. Setiap kompetisi baru, setiap pertandingan tambahan, berarti lebih banyak uang yang mengalir ke kas kedua badan sepakbola tersebut, tetapi dengan mengorbankan kondisi pemain. Perkembangan ini bukan hal baru dalam dunia olahraga. Bisnis di balik sepakbola global telah berkembang pesat dalam beberapa dekade terakhir, dengan nilai hak siar dan sponsor yang mencapai miliaran dolar. Namun, di balik kesuksesan komersial tersebut, para pemain sering kali merasa terbebani oleh tuntutan yang tidak wajar. Bagi FIFA dan UEFA, memperluas kalender sepakbola global adalah peluang bisnis, tetapi bagi pemain, ini adalah ancaman bagi kesehatan mereka.
Kesehatan fisik dan mental pemain sepakbola semakin menjadi sorotan di tengah jadwal yang tidak manusiawi. Cedera otot, kelelahan, dan gangguan mental menjadi hal yang semakin sering dialami para pemain top. Banyak dari mereka harus berjuang di bawah tekanan untuk terus tampil maksimal, sementara tubuh mereka semakin lelah. De Bruyne sendiri telah mengalami dampak dari jadwal padat ini. Di beberapa musim terakhir, ia harus absen karena cedera, yang sebagian besar disebabkan oleh akumulasi kelelahan. Seperti banyak pemain lainnya, De Bruyne merasa bahwa kesejahteraan pemain tidak lagi menjadi prioritas bagi otoritas sepakbola. Padahal, tanpa pemain, sepakbola tidak akan bisa berjalan, tetapi kenyataannya, mereka sering kali diabaikan demi keuntungan komersial yang besar.
“Simak juga: Cina Raih Dua Gelar di Japan Open 2024 “
Keputusan untuk menggelar Piala Dunia pada akhir tahun 2022 di Qatar menjadi contoh paling jelas dari bagaimana FIFA mengabaikan kesejahteraan pemain. Jadwal liga domestik harus diubah, dan para pemain harus beradaptasi dengan cuaca ekstrem, serta kondisi fisik yang menantang. Bagi De Bruyne dan rekan-rekannya, ini hanyalah satu contoh dari bagaimana FIFA dan UEFA terus mementingkan uang tanpa memperhatikan dampak jangka panjang pada pemain.
Kritik De Bruyne bukan yang pertama dari seorang pemain top dunia. Sebelumnya, beberapa bintang sepakbola seperti Toni Kroos dan Thibaut Courtois juga mengungkapkan kekhawatiran serupa. Mereka menyerukan agar FIFA dan UEFA lebih memperhatikan kesehatan pemain sebelum membuat keputusan mengenai jadwal kompetisi. Para pemain ini menginginkan adanya dialog terbuka antara badan sepakbola, klub, dan perwakilan pemain. Mereka berharap FIFA dan UEFA mau mendengarkan aspirasi para pemain dan membuat kebijakan yang lebih memperhatikan kesejahteraan fisik dan mental mereka. Jika tidak, dikhawatirkan banyak pemain akan menderita akibat cedera kronis atau burnout, yang akhirnya merugikan kualitas permainan itu sendiri.
Pemain seperti De Bruyne memahami pentingnya sepakbola sebagai bisnis, tetapi mereka juga menegaskan bahwa keseimbangan harus dijaga. Sepakbola bukan sekadar bisnis, tetapi juga olahraga yang melibatkan manusia, yang membutuhkan istirahat dan pemulihan. Jika keseimbangan ini tidak dijaga, sepakbola bisa kehilangan esensinya sebagai olahraga yang menginspirasi dan menghibur miliaran orang di seluruh dunia.
Kritik Kevin De Bruyne terhadap FIFA dan UEFA mencerminkan keresahan mendalam yang dirasakan oleh banyak pemain di era sepakbola modern. Jadwal yang semakin padat, penambahan kompetisi, dan fokus yang berlebihan pada keuntungan finansial telah menimbulkan dampak negatif pada kesejahteraan pemain. De Bruyne, bersama beberapa pemain lainnya, berharap suara mereka didengar oleh otoritas sepakbola, agar perubahan bisa dilakukan demi menjaga kualitas permainan dan kesehatan pemain. Sepakbola, di tengah segala kepentingan bisnisnya, harus tetap mengedepankan manusia sebagai inti dari olahraga ini. Kritik tajam seperti yang dilontarkan De Bruyne penting untuk menggugah kesadaran publik tentang masalah ini dan mendorong adanya reformasi dalam penyelenggaraan sepakbola global. Jika tidak. Para pemain akan terus menjadi korban dari ambisi finansial yang tak terkendali. Sementara kualitas dan esensi dari sepakbola itu sendiri mungkin akan memudar.