Info langsung – Holywings, jaringan hiburan malam yang terkenal di Jakarta, kini menghadapi tantangan besar setelah 12 outletnya ditutup karena masalah izin. Penutupan ini menjadi masalah tambahan bagi Holywings yang juga sedang terjerat dalam kontroversi mengenai promo minuman alkohol gratis untuk orang yang bernama Muhammad dan Maria. Dalam konteks krisis ini, muncul pertanyaan penting: apakah Holywings perlu mengganti nama untuk memperbaiki citranya?
Penutupan 12 cabang Hiburan Malam Holywings bukan hanya masalah logistik dan finansial, tetapi juga berdampak negatif pada reputasi merek. Penutupan tersebut terjadi di tengah kontroversi promo yang menyinggung sensitivitas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA), yang semakin memperburuk citra Holywings di mata publik. Praktisi dan konsultan marketing dari Inventure, Yuswohady, menjelaskan bahwa situasi ini menambah beban brand Holywings yang sudah mengalami kemunduran reputasi.
“Baca juga: Kementerian Perindustrian Indonesia Membuka Kelas Industri Baja”
“Ketika satu usaha menghadapi larangan karena masalah perizinan, hal itu mencerminkan citra brand yang buruk. Brand yang menghadapi masalah perizinan dianggap tidak mematuhi regulasi, yang tentunya tidak baik untuk citra perusahaan,” ungkap Yuswohady dalam wawancaranya dengan detikcom.
Yuswohady mengidentifikasi dua opsi yang bisa diambil Holywings untuk memperbaiki citra mereka. Opsi pertama adalah melakukan rebranding. Ini bisa menjadi langkah strategis jika brand Holywings masih dianggap memiliki nilai positif di mata publik.
“Jika brand Holywings masih memiliki nilai positif dan tidak dilarang di daerah lain, rebranding tanpa mengubah nama secara drastis mungkin bisa dipertimbangkan. Misalnya, menggunakan nama baru yang masih mencantumkan ‘Holywings’ seperti ‘Holywings by [Nama Baru]’,” jelas Yuswohady.
Pendekatan ini memungkinkan Holywings untuk memanfaatkan kekuatan nama yang sudah ada sambil mengubah elemen lain dari brand untuk mengatasi masalah citra.
Opsi kedua adalah mengganti nama brand secara total. Namun, langkah ini tidaklah mudah dan memiliki berbagai konsekuensi. Mengganti nama brand berarti memulai dari nol dalam hal membangun citra dan pengenalan pasar.
“Simak juga: Bocoran Harga iPhone 16 yang Bakal Dirilis September 2024”
“Memilih untuk mengganti nama brand sepenuhnya berarti Holywings harus memulai dari awal. Ini melibatkan riset pasar untuk memastikan bahwa nama baru tidak memiliki konotasi negatif dan memiliki potensi untuk diterima dengan baik oleh konsumen,” tambah Yuswohady.
Proses membangun brand baru memerlukan strategi yang matang, keberuntungan, dan faktor-faktor lain yang tidak selalu dapat diprediksi. “Sukses dalam membangun brand baru tidak hanya bergantung pada strategi yang baik, tetapi juga pada elemen keberuntungan dan hoki,” katanya.
Sebelum memutuskan untuk mengganti nama atau melakukan rebranding. Holywings perlu melakukan riset mendalam untuk memahami bagaimana brand mereka diterima oleh masyarakat saat ini. Jika hasil riset menunjukkan bahwa nama Holywings sudah terlalu ternoda dan sulit untuk diperbaiki, maka mengganti nama mungkin merupakan langkah yang perlu dipertimbangkan. Namun, jika masih ada peluang untuk memperbaiki citra tanpa harus mengubah nama, maka rebranding bisa menjadi solusi yang lebih efisien.
Dalam menghadapi krisis saat ini, Holywings memiliki dua opsi utama: rebranding atau mengganti nama brand sepenuhnya. Masing-masing opsi memiliki keuntungan dan tantangan tersendiri. Keputusan akhir harus didasarkan pada riset pasar yang mendalam dan pertimbangan strategis mengenai masa depan brand. Apapun keputusan yang diambil, penting bagi Holywings untuk merespons secara efektif terhadap masalah ini agar dapat. Kembali mendapatkan kepercayaan publik dan melanjutkan operasi dengan lebih baik.